×

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Gugat PT Sumber Swarna Pratama di PN Palu, Ahli Waris Marina Fatimah Bongkar Fakta Mencengangkan: Saham Orang Mati Dijual Enam Tahun Setelah Pemiliknya Wafat

Jumat, 10 Oktober 2025 | Oktober 10, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-10T12:24:54Z


TransSulteng-Palu-Pada tanggal 9 Oktober 2025 — Dunia hukum di Sulawesi Tengah kembali diguncang. Fakta mencengangkan terungkap dalam gugatan perdata yang diajukan ahli waris almarhumah Marina Fatimah terhadap PT Sumber Swarna Pratama (SSP).

Bagaimana tidak, nama Marina — yang telah meninggal dunia sejak 7 Maret 2013 — justru masih tercantum dalam dokumen jual beli saham tahun 2019, seolah ia masih hidup dan menandatangani akta tersebut.

Fakta ini menjadi sorotan tajam dalam gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yang kini bergulir di Pengadilan Negeri Palu. Gugatan itu diajukan pada 23 September 2025 oleh H. Agus Riyanto, S.H., selaku ahli waris sah Marina Fatimah, melalui Kantor Hukum AK & Associates.

Tim Hukum AK & Associates Turun Penuh: Bongkar Dugaan Rekayasa Hukum dan Pemalsuan Akta

Perjuangan hukum ini diPimpin oleh Mochamad Andri Korompot. SH.MH. advokat dari Kantor Hukum AK & Associates, masing-masing:

Advokat, Pengacara, sekaligus Konsultan Hukum di Kantor Hukum AK & Associates, yang beralamat di Jl. Tanjung Lombongan No. 19, Kota Palu.

Mereka bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 23 September 2025, dengan mandat untuk menuntut keadilan bagi keluarga almarhumah Marina Fatimah, yang disebut-sebut menjadi korban rekayasa dokumen perusahaan tambang besar di Morowali Utara itu.

“Saham Orang Mati Dijual”: Bukti Palsu di Depan Notaris Gugatan yang diajukan menuding adanya peralihan saham fiktif milik almarhumah Marina Fatimah. Dalam berkas perkara, disebut bahwa akta jual beli saham tahun 2019 mencantumkan nama Marina sebagai pihak yang hadir dan menandatangani transaksi. Padahal, Marina telah meninggal dunia enam tahun sebelumnya.

Akta tersebut bahkan disahkan oleh Notaris Charles, S.H., M.Kn., yang kini ikut digugat sebagai turut tergugat.

“Ini jelas perbuatan melawan hukum yang sangat serius. Bagaimana mungkin seseorang yang sudah meninggal dunia bisa menjual sahamnya enam tahun kemudian? Ini bentuk nyata manipulasi dan pelanggaran akta otentik,”tegas Adv. Moh. Andri Korompot, S.H., M.H., kuasa hukum ahli waris, Kamis (9/10).

Gugatan ini menuntut kerugian materil sebesar Rp775 juta berupa dividen yang tidak pernah dibayarkan sejak 2013, serta kerugian immateril senilai Rp10 miliar.

Selain itu, penggugat juga menuntut uang paksa (dwangsom) Rp50 juta per hari apabila para tergugat tidak melaksanakan isi putusan pengadilan.

Laporan ke Ditjen Minerba: Dugaan Pemalsuan Akta dan Izin Tambang Menguat Tidak berhenti di meja hijau, tim hukum AK & Associates juga melayangkan surat pengaduan resmi ke Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM di Jakarta pada hari yang sama.

Isi surat itu tegas: meminta Ditjen Minerba menolak Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Sumber Swarna Pratama, karena diduga seluruh dasar hukumnya cacat administratif dan cacat yuridis.

Dalam pengaduan yang merujuk Surat Undangan Ditjen Minerba Nomor 95/Und/MB.04/DBM.OP/2024 tertanggal 18 April 2024, pihak kuasa hukum menilai bahwa perusahaan telah mengajukan izin dengan dokumen rekayasa.

“Akta-akta yang digunakan sebagai dasar RUPS dan perubahan izin tambang dibuat dengan cara melawan hukum. Kami menemukan indikasi kuat adanya pemalsuan tanda tangan dan penggunaan nama orang yang sudah meninggal,”ungkap Andri Korompot dengan nada geram.

Tiga Akta Disorot, Tanda Tangan Diduga Palsu Dalam lampiran surat pengaduan disebut tiga dokumen penting yang kini diselidiki, yaitu:

Akta Nomor 01 tanggal 17 Oktober 2018,

Akta Nomor 26 tanggal 30 November 2018, dan

Akta RUPS Luar Biasa (RUPS-LB) yang dijadikan dasar perubahan izin tambang.

Ketiganya dibuat di hadapan Notaris Charles, dan diduga berisi:Nama Marina Fatimah yang sudah meninggal sejak 2013 tetapi masih dicantumkan sebagai pemegang saham aktif;

Tanda tangan palsu para pemegang saham;Dasar hukum palsu untuk perubahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari eksplorasi menjadi operasi produksi.

Jejak Izin Bermasalah: Dari Kantor Gubernur hingga Mabes Polri

Laporan hukum itu turut menyoroti Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 540/456/IUP-PR/DPMPTSP/2019, yang disebut lahir dari proses manipulatif dan tidak memiliki dasar hukum sah.

Lebih jauh, sejumlah nama yang disebut dalam perkara ini — termasuk H. Surianto A.M., S.Ag., M.M. — telah berstatus tersangka di Mabes Polri dalam kasus dugaan pemalsuan surat dan akta otentik sebagaimana Pasal 263 dan 266 KUHP.

“Kami meminta Kementerian ESDM segera menghentikan seluruh kegiatan tambang PT SSP di Desa Ganda-ganda dan Desa Tontowea, Morowali Utara. Semua izin yang diterbitkan di atas akta palsu adalah tidak sah dan harus dibatalkan demi hukum,”tegas Andri dan rekan rekan dalam suratnya kepada Ditjen Minerba.

Gubernur Sulteng Akui Ada Cacat Administrasi Dalam bukti tambahan, kuasa hukum juga melampirkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 500.10.26.13/29/DIS.ESDM tertanggal 3 Maret 2023, yang menyatakan bahwa izin operasi produksi PT SSP dikeluarkan tanpa verifikasi data dan dokumen yang sah.

Keputusan itu bahkan menegaskan bahwa proses sebelumnya layak dicabut demi hukum.

Skandal Tambang SSP: Cermin Bobroknya Tata Kelola Pertambangan Kasus ini kini menjadi buah bibir publik dan sorotan nasional.

Skandal PT Sumber Swarna Pratama bukan sekadar sengketa saham, melainkan membuka borok besar tata kelola izin tambang dan integritas pejabat penerbit izin.

Dua arena kini tengah berjalan:Gugatan perdata di Pengadilan Negeri Palu, danPemeriksaan administratif di Ditjen Minerba Kementerian ESDM.

Keduanya akan menjadi tolok ukur integritas hukum Indonesia, apakah berani menegakkan kebenaran atas saham orang mati dan izin tambang cacat hukum — atau justru membiarkan keadilan terkubur bersama tambang emas hitam di Morowali Utara.

×
Berita Terbaru Update
close
Banner iklan disini